Rabu, 30 September 2015

Apa Yang Anda Pikirkan?

"APA YANG ANDA PIKIRKAN?", DEMIKIAN YANG TERPAMPANG PADA KOLOM ISIAN UNTUK MENULIS STATUS DI FACEBOOK.

Tidak banyak nampaknya yang memperhatikan hal ini hingga tahap penghayatan. Terbukti setelah membaca kalimat itupun masih sangat banyak status yang ditulis tidak berdasarkan pada buah pikiran. Bahkan terkesan asal menulis sebagai alat untuk meluapkan kegundahan. Padahal Facebook itu telah membuat stimulan awal pada penggunanya agar kreatif dan mengedepankan pikiran.

Sekali lagi,  "Apa yang Anda pikirkan?", demikian yang terpampang pada kolom isian untuk menulis status di Facebook.

Kalimat tersebut menyiratkan banyak hal, di antaranya :
Facebook digagas oleh sekelompok orang yang logis. Mereka mengutamakan hal-hal yang terpikirkan berdasarkan kemampuan manusia secara umum,

Facebook merekomendasikan agar para penggunanya menulis status tentang apa-apa yang mereka pikirkan, bukan tentang apa-apa yang mereka rasakan. Memang sempat pula Facebook menampilkan kalimat seperti "Apa yang Anda rasakan?", "Apa yang Anda rencanakan?", "Apa yang Anda kerjakan?", dsb. Tetapi akhirnya mereka kembali ke format lama dengan hanya menampilkan "Apa yang Anda pikirkan?"

Facebook tidak merekomendasikan penggunanya untuk mengobral perasaan seperti kesenduan, melankolis, kemarahan, kejengkelan, sentimentil, iri hati, kedengkian, dan sejenisnya. Jadi perasaan apapun itu, baik yang berkonotasi positif maupun negatif,

Meskipun merekomendasikan pada penggunanya untuk mengedepankan pikiran, tetapi pengelola Facebookpun tetap manusiawi dalam hal perasaan. Salah-satunya dengan memperhatikan fitur apa saja yang sekiranya pas untuk kasus-kasus dimana seseorang memberitakan tentang musibah, duka cita, dan sebangsanya. Tentang hal ini saya pernah mengulasnya pada artikel yang berjudul Seberapa Pentingkah Tombol Dislike Facebook?

Rekomendasi, ya sekedar rekomendasi atau sugesti, yang tentu saja dengan sangat enteng bisa tidak diindahkan. Begitulah, karena jangankan hanya sekedar rekomendasi, bahkan andaipun itu sudah termasuk aturan atau larangn, maka tetap saja akan ada sebagian orang yang melanggarnya. Terutama oleh mereka yang aktif di jejaring sosial tanpa diawali oleh penghayatan tertentu.

Karena Facebook sendiri merekomendasikan atau menyarankan tentang "Apa yang Anda pikirkan?", maka tulisan ini hanya akan membahas yang berkaitan dengan itu. Adapun status-status yang didasarkan kepada "Apa yang Anda rasakan?" misalnya, berada di luar pembahasan. Atau tegasnya tidak diapresiasi.

Ada beberapa tipikal status yang ditulis berdasarkan pikiran, yaitu :

Status-status yang ditulis berdasarkan keadaan dimana si penulisnya tahu dan mampu. Status seperti ini memberi kedalaman yang baik, mampu memberi pencerahan, dan memiliki manfaat yang tinggi. Biasanya status seperti ini keluar dari orang yang mempelajari suatu teori secara baik, mempraktekkannya secara baik, mendapat hasil baik, baru kemudian ia menuliskannya.

Status-status yang ditulis berdasarkan keadaan dimana si penulisnya tahu tapi tidak mampu. Status seperti ini tetap bisa memberikan manfaat dan pencerahan tetapi dengan sejumlah kedangkalan, tidak dalam.

Status-status yang berdasarkan keadaan dimana si penulisnya tidak tahu dan tidak mampu tetapi mereka bersikap realistis dengan mengedepankan pertanyaan, bukan pernyataan. Status-status seperti ini layak untuk diapresiasi pula. Kelak mungkin akan gayung bersambut dengan tipikal (1).

Status-status yang ditulis berdasarkan keadaan dimana si penulisnya tidak tahu dan tidak mampu tetapi dengan kemasan seakan-akan tahu dan mampu. Yang seperti ini tentu tidak layak diapresiasi, melainkan dikritik. Dan derajatnya sama atau bahkan lebih buruk dibanding status-status yang ditulis berdasarkan "Apa yang Anda rasakan?". Status-status dengan genre ini biasanya menjadi milik para pokrol bambu, tim sukses yang giat mencitrakan jagoannya, para simpatisan yang fanatik buta pada seorang tokoh, para pengikut yang fanatik buta pada suatu isme, sales gurem, para penipu, para pendusta, kaum ambisius, dan sejenisnya.

Secara pendekatan statistik, Facebook cukup bisa digunakan untuk memotret kondisi umum suatu bangsa. Bila sangat sedikit menampilkan pengguna-pengguna yang bertipikal (1) maka dapat dipastikan bahwa kondisi bangsa tersebut termasuk buruk.

Euforia Facebook telah lama lewat, pada masa euforia itu apapun yang berkaitan dengan Facebook hampir pasti disongsong oleh penggunanya, termasuk status-status yang boleh dikatakan tidak berkualitas. Tentang lewatnya masa euforia Facebook telah saya tulis pada artikel ini.

Terkait dengan kualitas status menurut saya, yang disebut status berkualitas itu tidak melulu harus yang bertema serius, tema canda atau humorpun bisa.
             
Bila mau mengusung tema canda, maka sebaiknya hindari yang sudah usang, yang sudah tidak lagi mengundang orang lain untuk tertawa. Mengapa demikian, karena antara kocak dan menyebalkan itu berselisih sangat tipis.

Untuk saya pribadi, sebenarnya jauh lebih menyukai status-status humor dari orang lain dibanding status serius. Kalau yang serius kan mending baca ensiklopedia, website, atau blog ternama yang sesuai niche-nya. Tapi sayangnya, seiring dengan surutnya masa euforia Facebook, sudah sangat jarang status humor yang benar-benar kocak. Sementara saya sendiri merasakan bahwa ide humor yang baru, segar, dan orisinil itu tidak bisa datang setiap saat.

Tulisan ini berkonotasi netral, artinya siapapun bisa terkondisikan berada pada situasi baik atau buruk saat menulis status di Facebook, termasuk saya. Dan bila ukurannya adalah tipikal status sebagaimana yang telah diuraikan di atas, mungkin sayapun tidak termasuk pada kriteria (1).

Demikianlah yang bisa saya uraikan pada artikel ini, mohon maaf terhadap segala kekurangan yang terdapat padanya. Dan semoga tetap memiliki manfaat bagi kita.

Demikianlah artikel dari Kontakmedia yang berjudul Apa Yang Anda Pikirkan?, semoga bermanfaat. Dan terima kasih untuk Anda yang telah berkunjung ke blog ini.