Senin, 30 Mei 2016

Bangsa Nusantara dan Pengolahan Besi


Kita tentu mengenal berbagai peralatan yang terbuat dari besi seperti cangkul, golok, linggis, palu, dan sebangsanya. Dan itu dianggap produk biasa. Maka pada kesempatan kali ini kita akan membahas yang lebih greget, yaitu keris Mpu Gandring.

Empu Gandring adalah seorang ahli pandai besi baja pembuat keris senjata pusaka kerajaan Singhasari yang terkenal.

Keris Mpu Gandring adalah senjata pusaka yang terkenal dalam riwayat berdirinya Kerajaan Singhasari di daerah Malang, Jawa Timur sekarang. Keris ini terkenal karena kutukannya yang memakan korban dari kalangan elit kerajaan Singasari termasuk pendiri dan pemakainya, yakni Ken Arok.

Menyandang sebilah keris sakti pada masa itu mungkin tidak ubahnya dengan memegang pistol kaliber 45 pada jaman sekarang

Sejarah Kerajaan Singhasari yang didirikan tahun 1222 harus berakhir tahun 1292 atau hanya mampu bertahan selama 70 tahun. Tetapi perjalanan sejarahnya diwarnai dengan pertumpahan darah dan saling bunuh antar saudara. Termasuk di antaranya semangat ekspansi dalam rangka memperluas daerah kekuasaan. Dalam konteks ini kita mengenal ekspedisi Pamalayu.

Teknologi logam memang sudah lama berkembang sejak awal Masehi di Nusantara. Para mpu sudah mengenal berbagai kualitas kekerasan logam. Keris memiliki teknologi penempaan besi yang luar biasa untuk ukuran masyarakat di masa lampau. Keris dibuat dengan teknik penempaan, bukan dicor.

Teknik penempaan disertai pelipatan berguna untuk mencari kemurniaan besi, yang mana pada waktu itu bahan-bahan besi masih komposit dengan materi-materi alam lainnya. Keris yang mulanya dari lembaran besi yang dilipat-lipat hingga kadang sampai ribuan kali lipatan sepertinya akan tetap senilai dengan prosesnya yang unik, menarik dan sulit. Perkembangannya teknologi tempa tersebut mampu menciptakan satu teknik tempa Tosan Aji ( Tosan = besi, Aji = berharga).

Pemilihan batu meteorit yang mengandung unsur titanium sebagai bahan keris, juga merupakan penemuan nenek moyang kita yang mengagumkan. Titanium lebih dikenal sebagai bahan terbaik untuk membuat keris karena sifatnya ringan namun sangat kuat.

Kesulitan terbesar dalam membuat keris dari bahan titanium adalah titik leburnya yang mencapai 1668 derajat celcius, jauh dari titik lebur besi, baja atau nikel yang berkisar 1455 derajat celcius. Titanium ternyata memiliki banyak keunggulan dibandingkan jenis unsur logam lainnya. Unsur titanium itu keras, kuat, ringan, tahan panas, dan juga tahan karat.

Entah dengan cara apa para mpu di masa lampau mampu menghadirkan sumber panas hingga 1668 derajat Celcius. Dan keris-keris yang dibuat dari besi yang dicampur titanium tentulah sangat berbeda kualitasnya jika dibandingkan yang berbahan dasar besi semata. Namun demikian keris tetaplah keris. Yang berbahan dasar besipun tetap saja berbahaya. Terlebih bila dibubuhi racun warangan.

Untuk pesanan khusus, bahkan bukan tidak mungkin ada keris-keris yang terbuat dari titanium murni, bukan lagi dari besi yang dicampur titanium. Dan upaya mengumpulkan titanium tentu tidak mudah karena harus melakukan sejumlah proses pelepasan dari batu meteorit yang menjadi pembawanya.

Karena keris berbahan titanium murni adalah sesuatu yang eksklusif, maka produksi massal keris tetaplah menggunakan besi sebagai bahan dasarnya.

Unsur logam titanium baru ditemukan sebagai unsur logam mandiri pada sekitar tahun 1940, dan logam yang kekerasannya melebihi baja namun jauh lebih ringan dari besi. Dalam peradaban modern sekarang, titanium dimanfaatkan orang untuk membuat pelapis hidung pesawat angkasa luar, serta ujung roket dan peluru kendali antar benua.

Kembali kepada Mpu Gandring. Ia tewas terkena keris buatannya sendiri. Namun ia sempat mengutuk kelak keris tersebut akan merenggut nyawa tujuh keturunan Ken Arok, termasuk Ken Arok sendiri.

Ken Arok kembali ke Tumapel untuk membunuh dan merebut kedudukan Tunggul Ametung. Rekan kerjanya yang bernama Kebo Hijo dijadikan kambing hitam segera dihukum mati menggunakan keris yang sama. Ken Arok sendiri akhirnya tewas oleh Anusapati putra Tunggul Ametung.

Pengarang Pararaton mengisahkan adanya pembunuhan susul menyusul sejak Tunggul Ametung yang beberapa di antaranya terkena keris buatan Mpu Gandring. Mereka yang tewas terkena keris pusaka tersebut adalah Mpu Gandring, Tunggul Ametung, Kebo Hijo, Ken Arok, pembantu Anusapati, dan terakhir Anusapati sendiri. Sedangkan Tohjaya dikisahkan mati terkena tusukan tombak.

Demikianlah artikel dari Kontakmedia yang berjudul Bangsa Nusantara dan Pengolahan Besi, semoga bermanfaat. Dan terima kasih untuk Anda yang telah berkunjung ke blog ini.