Minggu, 25 September 2016

Tolok Ukur Sikap Jessica Kumala Wongso Adalah Kultur (Culture)

Tolok Ukur Sikap Jessica Kumala Wongso Adalah Kultur (Culture)

Dalam persidangan Jessica Kumala Wongso, muncul istilah-istilah lazim, tidak lazim, signifikan, tidak signifikan, umum, tidak umum. Dan semua itu nampaknya merujuk pada kultur, bukan pada standar-standar statistik.

Ketika seorang ahli berkata, "Sikap Jessica tidak lazim, dia terlalu tenang ketika Mirna mengalami hal seperti yang nampak pada rekaman CCTV."

maka maksudnya adalah sikap Jessica tidak lazim bila tolok ukurnya adalah kebiasaan umum yang berlaku, dimana pada umumnya manusia, bila mendapati rekannya kecelakaan, maka dia akan nampak panik seberapapun kadarnya. Dan ini sudah sangat cukup untuk memberikan persaksian yang bisa dipertanggungjawabkan.

Pada umumnya manusia, kepanikan akan muncul bila menghadapi sesuatu hal buruk yang tidak diduga sebelumnya. Dengan kata lain, pada umumnya akan lebih tenang bila berhadapan dengan hal yang sudah diduga sebelumnya, andai untuk hal buruk sekalipun.

Dalam hal ini sangat logis bila dalam benak publikpun timbul pertanyaan, mengapa Jessica sedemikian tenang, apakah dia memang telah menduga bahwa Mirna akan mengalami hal buruk itu?

Lalu mengapa ada pihak-pihak yang berusaha 'sok ilmiah' dengan menyatakan bahwa kelaziman atau ketidaklaziman harus dinilai dari tolok ukur statistik? Jawabannya sederhana, yaitu untuk menciptakan suasana konflik. Atau untuk menggoyangkan keyakinan.

Singkatnya adalah mereka yang mengharuskan sikap tidak lazim Jessica harus memiliki tolok ukur statistik, ingin mengatakan bahwa bila tidak ada hasil statistik sebagai pembanding maka itu tidak syah. Dan bila tidak syah maka dakwaan terhadap Jessica juga tidak syah.

Dalam kasus ini penulis justru beranggapan 'mereka lebay' jika pernyataan tentang ketidaklaziman Jessica harus didasarkan pada angka-angka statistik. Publik tentu sudah tahu pihak mana saja yang menunjukkan lebaisme seperti itu.

Meskipun lama tinggal di Australia, ke-Indonesia-an Jessica masih nampak kental. Logatnya masih kental dengan logat Indonesia, ucapan demi ucapan dari mulutnya tidak terdengan ke-inggris-inggris-an. Karenanya masih relevan apabila dia diukur oleh kultur Indonesia.

Kebekuan Jessica Kumala Wongso yang sedemikian itu memang menimbulkan pertanyaan besar, andaipun bila kultur yang berlaku adalah di kalangan kaum individualis yang terbiasa masa bodoh. Mengapa demikian? Ya karena yang terkena hal buruk adalah rekannya yang sedikit banyak memiliki ikatan emosional. Di depan mata pula.

Memang, pada akhirnya Jessica mencair hinnga turun tangan bergabung dengan yang lain menolong Mirna. Tetapi itu diawali karena adanya desakan dari luar, bukan karena inisiatif spontan.

Anggap saja bahwa Jessica adalah pribadi super tenang sehingga sedemikian beku ketika menyaksikan Mirna kolap. Tetapi anggapan itu berbenturan dengan fakta bahwa Jessica sempat melakukan upaya bunuh diri. Itu artinya Jessica adalah pribadi yang sebenarnya bisa histeris. Kesimpulannya adalah : Semestinya Jessica reaktif, tidak membeku ketika menyaksikan Mirna kolap. Terkecuali jika memang ada apa-apa.

Sebelumnya : Jurus-Jurus yang Sempat Dikeluarkan Tim Jessica Kumala Wongso.

Demikianlah artikel dari Kontakmedia yang berjudul Tolok Ukur Sikap Jessica Kumala Wongso Adalah Kultur (Culture), semoga bermanfaat. Dan terima kasih untuk Anda yang telah berkunjung ke blog ini.