Sabtu, 18 Juni 2016

Penyebaran Islam yang Syar'i dan yang Kontroversial


Ponselnya sih berkualitas, bukan barang abal-abal. Tapi cara memasarkannya mungkin saja ilegal atau tidak sesuai prosedur. Entah sebagian atau seluruhnya.

Demikian pula dengan Islam, ajarannya sih maha luhur. Tapi bisa saja cara mendakwahkan atau menyebarkannya tidak sesuai dengan tuntunan. Misalnya ketika dakwah tersebut berlangsung di Nusantara.

Pada umumnya kedatangan Islam dan cara menyebarkannya kepada golongan bangsawan maupun rakyat dilakukan dengan cara damai, melalui perdagangan sebagai sarana dakwah oleh para mubalig atau orang-orang alim. Kadang-kadang pula golongan bangsawan menjadikan Islam sebagai alat politik untuk mempertahankan atau mencapai kedudukannya, terutama dalam mewujudkan suatu kerajaan Islam.

Munculnya istilah "Layang Jamus Kalimasada" dapat dikategorikan sebagai pemelintiran yang sanggup mengecoh. Dan hal itu dilakukan karena jika menggunakan istilah "Syahadatain" sangat sedikit yang mau beralih ke Islam pada jaman dulu.

Lalu mengapa dakwah non syaríah tersebut dilakukan? Bisa jadi karena :
1. Para pendakwah nyaris putus asa,
2. Para pendakwah terlalu berorientasi pada kuantitas,
3. Motif politik dan ekonomi lebih dominan dibanding misi suci.

Rumitnya kompleksitas metode dakwah pada saat itu dapat digambarkan demikian :

1. Yang ingin ditanamkan adalah Syahadat,
2. Yang digunakan adalah istilah Layang Jamus Kalimasada,
3. Yang ditokohkan adalah dalang Kanda Buana. Bahkan pada masa selanjutnya menggunakan tokoh Yudistira yang notabene beragama Hindu.

Tokoh Yudistira dipelintir pula sekaligus dimanfaatkan. Inilah salah-satu 'azas manfaat' yang sedemikian mujarab pada jamannya.

Ini adalah sejenis introspeksi diri bagi sesama muslimin akan sejarahnya di masa lalu.

Demikianlah artikel dari Kontakmedia yang berjudul Penyebaran Islam yang Syar'i dan yang Kontroversial, semoga bermanfaat. Dan terima kasih untuk Anda yang telah berkunjung ke blog ini.