Senin, 06 April 2020

Problematika Pembelajaran di Indonesia

   
Oleh : Fadia Sabrina Ganafi

Media pembelajaran diartikan sebagai segala sesuatu yang menjadikan perantara antara sumber dan penerima dalam pembelajaran. Pada awalnya, guru merupakan satu satunya sumber untuk memperoleh pelajaran. Seiring waktu berjalan, sumber belajar bertambah dengan adanya buku.  

Contohnya seorang guru menggunakan diagram dan grafik di depan kelas maka media yang dipakai adalah media visual / grafis . Guru memaparkan melalui radio atau tape recorder  maka media yang ia gunakan adalah media audio. Guru memberikan contoh sebuah peristiwa melalui pemutaran video yang disertai suara maka ia menggunakan media audio-visual.

Seiring perkembangan zaman, banyak problematika yang menyebabkan guru enggan menggunakan media pembelajaran yang efektif, sehingga guru cenderung menggunakan metode ceramah yang mengakibatkan siswa jenuh akan situasi pembelajaran. Mengapa demikian?

1. Media pembelajaran di ‘cap’ sebagai barang mahal
Sebut saja manekin tulang kerangka & tengkorak manusia yang dibutuhkan dalam pembelajaran biologi dijual dalam bundle dan tidak dijual terpisah, sehingga harganya relatif mahal. Untuk beberapa sekolah dengan dana minim, hal ini tentu saja terasa memberatkan. 

2. Kurangnya kreatifitas guru
Masih berkaitan dengan poin utama, dalam pribahasa disebutkan tidak ada akar rotan pun jadi. Pribahasa inilah yang harus diterapkan kepada guru guru masa kini untuk membuat inovasi baru dan tidak terpaku dengan anggaran yang ada. Contoh, menciptakan model kerja jantung dapat diilustrasikan dengan selang kecil, gelas bekas kemasan air mineral  dan dua buah balon, mudah untuk diterapkan, bukan?

3. Wabah TBC ( Tidak Bisa Computer )
Adalah wabah yang menyerang sebagian guru guru senior, dimana dalam kasus ini sebagus apapun media pembelajaran modern penunjang seperti LCD,  harus didukung oleh kemampuan guru dalam mengoperasikan Microsoft Office Powerpoint dan sejenisnya. Sebagus apapun fasilitas apabila tidak ditunjang dengan skill yang mumpuni akan menjadi sia sia saja. 

Dalam teorinya mengenai kerucut pengalaman ( cone of experience )  , Dale menyebutkan bahwa bermain peran, melakukan stimulasi dan mengerjakan hal yang nyata memberikan pengaruh 90% dalam tingkat penyerapan daya ingat oleh siswa dibandingkan duduk didalam kelas saja. Hal tersebut selaras dengan program ‘Merdeka Belajar’ yang dicetuskan oleh Mentri Pendidikan & Kebudayaan, Nadiem Makarim tentang gerakan merdeka belajar yang mengutamakan pengalaman nyata peserta didik untuk menghadapi era globalisasi yang terus berkembang. 


Demikianlah artikel dari Kontakmedia yang berjudul Problematika Pembelajaran di Indonesia, semoga bermanfaat. Dan terima kasih untuk Anda yang telah berkunjung ke blog ini.